NEWS ASPIRASI RAKYAT.COM
NGINAMANU NGADA – Lebih dari 20 siswa di Kurubhoko, Desa Nginamanu Kecamatan Wolomeze, Kabupaten Ngada mengikuti kegiatan merajut dan menganyam. Kegiatan yang digelar Rumah Literasi Cermat (RLC) Ngada dan Komunitas Kreatif Subinana (Krisna) di Desa Nginamanu itu, sebagai upaya mengajak anak mengisi waktu luang mereka di tengah pandemi covid 19.
Kegiatan yang berlangsung, Rabu (28/010/2020) di Kantor Desa Nginamanu, Kecamatan Wolomeze itu, juga sebagai momen refleksi peringatan hari Sumpah Pemuda. Melalui aktivitas merajut dan mengnyam, menurut Koordinator RLC Emanuel Djomba, dapat menumbuhkan sikap persahabatan, persatuan dalam sebuah keharmonisan pada anak-anak.
Belasan anak sekolah dasar dari SDK Tanawolo dan SDI Kurubhoko ikut dalam kelas menganyam, dipandu sembilan tutor yang adalah ibu-ibu pengrajin anyaman dari Krisna. Sedangkan sepuluh siswa dari SMPN Satap Kurubhoko mengikuti kegiatan merajut yang dipandu oleh Lidwina Dhiu dari komunitas rajut Bajawa.
Kegiatan menganyam bagi anak-anak memang sudah digelar beberapa kali oleh RLC dan Krisna. Sementara kegiatan merajut baru pertama kali dilaksanakan dengan menyasar remaja putri yang kini duduk di SMP. Guna mengembangkan kreativitas anak selama masa pandemi, RLC terus mengembangkan kegiatan ini dan akan menyasar lebih banyak lagi anak ke depan.
“Kita akan terus kembangkan kegiatan kreatif ini. Selain punya nilai ekonomi yang bisa dihasilkan, juga mengisi waktu masa pandemi covid, karena kita belum tahu sampai kapan pandemi covid akan berakhir. Kegiatan ini juga dapat mengembangkan karakter anak,” terang Emanuel.
Merajut, tambah Emanuel, meski sering dilihat anak-anak, namun di desa-desa merupakan kegiatan baru. Jika dulu merajut dan sejenisnya menjadi aktivitas remaja putri, namun belakangan kurang diminati lagi. Padahal selain memberi nilai jual (ekonomis) ternyata baik merajut maupun menganyam tersirat filosofi yang kuat. Dimana melalui kegiatan yang dilakukan terus-menenus sampai tingkat mahir dapat membentuk karakter anak.
Kini, kegiatan merajut sudah mulai bertumbuh kembali di Bajawa. Belakangan, para pencinta rajut sudah guyup dalam satu komunitas yang dipelopori oleh Liwina Dhiu. Denganya, RLC dan Krisna berklaborasi untuk mengembangkan kegiatan yang sangat bagus dalam mengembangkan karakter anak di desa.
Sayangnya di sekolah-sekolah sudah tidak dibiasakan lagi proses kreatif semacam ini. Banyak guru juga tak memiliki ketrampilan mengembangkan kegiatan pembentukan karakter berbasis skill seperti ini.
Ketika kegiatan menganyam dan merajut, anak-anak tampak antusias mengikutinya, dipandu tutornya masing-masing. Dengan tuntunan para tutor, anak-anak tekun menyatukan bahan yang satu dengan bahan yang lain membentuk satu anyaman. Begitu juga kegiatan merajut, dengan peralatan yang sudah disiapkan, anak-anak mulai merajut dengan bantuan tutor.
Meski berkali-kali keliru merangkainya, namun tampak anak-anak bersabar mengulangnya lagi sehingga dapat merangkai dengan tepat satiap tahapannya. Bedanya, para siswa pada kelas menganyam menyatuhan bahan dari bambu yang sudah dihaluskan. Sementara di kelas rajut menyatuhan bahan benang menggunakan alat rajut.
Dari menganyam anak-anak belajar, bahwa anyaman selain menyimpan keunikan dan manfaatnya, sebenarnya menyimpan nilai dan filosofi. Ini yang sering dilupakan masyarakat di zaman serba canggih ini. Tetapi kalau mau telisik lebih jauh ke masa silam, anyaman memiliki filosofi sendiri. Anyaman itu sendiri sebenarnya sebuah persahabatan – keseharian dalam jalinan yang saling bertautan.
Yang mau diwariskan bukan hanya skill (ketrampilan) menganyam, tetapi kearifan dalam menuntun hidup. Jadi menganyam bukan lagi sekedar menghasilkan produk, tetapi ada pesan spesifik yang hendak disampaikan, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Diwariskan melalui aktivitas, percakapan, melalui tangan-tangan yang terus bergerak disertai pikiran dalam kesadaran.
Anak-anak memahami, bahwa nyaman tak dapat dijalin dengan satu material, melainkan bersama material lain disertai kelenturan berbeda, demikian pula persahabatan. Dengan material yang lentur dan tidak lurus-lurus saja, menyiratkan pesan: saling menghargai satu sama lain. Itulah keharmonisan – keseimbangan dalam kehidupan.
Merajut
Melalui kegiatan merajut, Lidwina Dhiu yang akrab disapa Winda berharap anak-anak bisa memanfaat waktu luang dan mengisinya dengan kegiatan yang bermanfaat selama masa pandemi covid 19 ini.
“Daripada hanya bermedia sosial dan kegiatan lain yang tak jelas, lebih baik hasilkan sesuatu yang punya nilai jual. Hasil dari rajut mereka bisa pakai sendiri bahkan bisa dijual dan untuk kebutuhan,” kata Winda.
Menurut Winda, dari sejumlah referensi yang diketahuinya, kegiatan merajut bisa menjadi sebuah terapi. Ketika merajut anak-anak harus menghitung, merasakan keras lembutnya benang. Mungkin karena itu, belakangan dirinya juga diminta menjadi tutor di SLB Bajawa.
Melakukan pekerjaan tangan seperti merajut dan kegiatan sejenis, kata mantan guru SMAN 1 Bajawa yang kini menjadi pengawas SMA itu, bisa menjadi terapi yang efektif bagi anak yang hiper aktif, latihan memusatkan pikiran (fokus), belajar bekerja sama. Pada anak-anak yang depresi, dari sebuah penelitian, akan mengalami pemulihan setelah bergelut dengan aktivitas rajutan. Rasa percaya diri meningkat, sehingga anak lebih tenang, damai dan bahagia.
Kesalahan yang dilakukan pada saat merajut membuat anak tahu cara yang tepat dalam merajut termasuk menghitung dasar rajutan dan berupaya lebih fokus.
Merajut juga mengajarkan anak-anak untuk menghargai buatan tangan atau handmade. Seorang perajut yang membuat suatu karya rajutan dan kemudian diberikan kepada seseorang sebagai kado nilainya jauh lebih tinggi daripada membeli di toko. Karena dalam sebuah karya tangan, mengalir kasih sayang dan cinta untuk seseorang yang akan diberikan sebagai kado.
Pada kegiatan merajut ini, Winda menerapkan metode croshet. Teknik ini meski sedikit sulit namun cocok untuk para pemula. Dia berharap kegiatan ini nanti akan menghasilkan berbagai produk bernilai jual, seperti topi, baju, tempat tisue, dan karya bernilai seni lainnya berbahan benang.(NAR/Fransiskus Meno)
Comment